Menuntut Ilmu Bukan Sekedar Mencari Informasi
MENUNTUT ILMU BUKAN SEKADAR MENCARI INFORMASI
Derasnya arus informasi sebagaimana yang kita alami hari ini, membuat banyak orang bisa mengakses berbagi informasi dan pengetahuan, bahkan hal-hal yang sebetulnya di luar jangkauan akalnya.
Efeknya, banyak orang-orang yang merasa tahu, merasa mampu, merasa berilmu, merasa sudah pantas untuk mengkritisi person atau pemikiran tertentu. Padahal sebetulnya ia hanya sebatas mencicipi kulitnya ilmu. Ia mengambil begitu banyak buah ilmu pengetahuan, tapi tidak ada satupun yang dinikmati dagingnya. Semua buah itu hanya dinikmati kulitnya saja, dan ia mengira sudah menikmati seluruh buah ilmu pengetahuan.
Googling, artikel di FB atau WA, grup tanya jawab, poster, meme, dan video singkat, tidak akan pernah bisa mengantarkan seseorang pada kenikmatan ilmu yang hakiki. Karena semua itu hanya akan membuat seseorang mengetahui banyak hal, namun tidak akan pernah bisa membuatnya mendalami dan memahami dengan baik satu hal.
Adapun untuk mendapatkan pemahaman yang utuh lagi dalam mengenai satu persoalan atau cabang ilmu, ia harus membaca buku atau kitab secara utuh pula. Bahkan, bagi pemula tidak cukup sekadar mengandalkan buku, melainkan mesti duduk di hadapan guru yang ahli, yang bisa menjelaskan cabang ilmu tersebut dari yang dasar sampai yang tinggi. Tentu saja semua itu membutuhkan proses yang tidak instan. Membutuhkan bekal dan modal yang banyak, yang telah dirangkum oleh Al-Imam Asy-Syafi'i melalui syairnya yang terkenal:
أخي لن تنال العلم إلا بستة
سأنبيك عن تفصيلها ببيان
ذكاء وحرص واصطبار وبلغة
وصحبة أستاذ وطول زمان
“Wahai saudaraku, ilmu tidak akan diperoleh kecuali dengan enam perkara. Aku akan menyebutkan perinciannya: (yaitu) kecerdasan, ambisi, sabar, modal, bimbingan guru, dan waktu yang lama.”
Sedangkan kebanyakan kita hari ini, terlalu malas untuk berkorban dan melalui proses panjang tersebut. Padahal selama kita tidak cacat otak, kita sudah memiliki modal pertama berupa kecerdasan. Tinggal bagaimana kita bisa mengumpulkan modal berikutnya: ambisi yang tidak padam untuk selalu mengkaji dan mengkaji; sabar atas segala ujian, kerasnya watak guru, teman yang kurang bersahabat, serta berbagai rintangan yang lain; juga modal harta yang mesti dikeluarkan untuk menunjang sarana dan pra sarana selama kegiatan belajar mengajar berlangsung; serta istiqamah untuk senantiasa berada di bawah bimbingan guru yang mahir dalam jangka waktu yang panjang.
Berapa banyak hari ini orang-orang yang mau melalui fase tersebut?
Karena kebanyakan orang hari ini, tidak mau mengorbankan harta, waktu, dan pikirannya untuk belajar serta mengkaji. Lalu, bagaimana mungkin ia akan meraih pemahaman yang utuh?
Padahal berbagai fasilitas hari ini telah diberikan kemudahan oleh Allah. Mereka yang kesulitan mendapatkan kitab, sudah dengan mudah mencari ebook di google. Mereka yang jaraknya jauh dengan guru bisa bertatap muka melalui sambungan seluler. Mereka yang waktunya terbatas, bisa menyimak rekaman pembelajaran pada saat mereka luang. Maka apalagi yang menghalangi kita dari ilmu, selain kemalasan, yang membuat kita hilang ambisi untuk meraih ilmu secara utuh. Apabila kita terus bertahan dalam kemalasan ini, maka jangan salahkan siapapun manakala kita kemudian tumbuh di atas kebodohan dan kehinaan.
Mari tumbuhkan semangat dan pertahankan ambisi untuk meraih ilmu secara utuh. Karena hanya dengan ilmu kita bisa beramal dengan sempurna dan meraih kemuliaan di sisi-Nya. Barakallahu fikum. WAG AJ1
مجلس احباب الزهراء و البتول 🌺🌺
Komentar
Posting Komentar